AL WAQFU (WAKAF)
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Fiqh Muamalah
Dosen
Pengampu: Ali Muchtar, Lc. M.A
Disusun
oleh :
Nurl
Hidayah (123111126)
Firdah
Nahdiah Putri (123111164)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Di Indonesia
yang mayoritas juga adalah umat Islam, telah mengenal wakaf baik setelah Islam
masuk maupun sebelum Islam masuk. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum
Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu
untuk peribadatan. Wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang
cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda
(untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah
masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah
menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan
umat. Dalam pandangan Islam, istilah pandangan umum harta tersebut adalah milik
Allah, dan oleh sebab itu persembahan itu adalah abadi dan tidak dapat dicabut
kembali (diambil kembali oleh sipewakaf). Selain itu, harta tersebut juga di
tahan dan dikakukan dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan-pemindahan. Di
dalam Islam, wakaf memiliki banyak sekali pengaturan. Sehingga ketika wakaf
dikenal di Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia
yang peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya
peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah
kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang
terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian wakaf ?
2. Bagaimana
dasar hukum wakaf ?
3. Apa
syarat dan rukun wakaf ?
4. Apa
saja macam-macam wakaf ?
5. Bagaimana
jika harta wakaf diganti atau dijual ?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Al waqfu
Menurut
bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis
(tertahan), al-tasbil (tertawan) dan al man’u (mencegah). Sedangkan menurut
istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang didefinisikan oleh
para ulama adalah sebagai berikut :
a. Muhammad
al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud wakaf ialah penahanan
harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan zat benda dengan
memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.
b. Imam
Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab Kifayat al-Akhyar
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah penahana harta yang
memungkinkan umtuk dimanfaatkandengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk
digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
c. Ahmad
Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud wakaf ialah menahan harta yang
dapatdiambil manfaatnya tidak musnah seketika, dan untuk penggunaan yang
dibolehkan, serta dimaksudkan untuk mendpat ridha Allah.
d. Idris
Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang
mungkin dapat diambilorang manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya dan menyerahkannya
ke tempat-tempat yang telah di tentukan
syara’, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya itu.
Dari
definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ulama diatas, kiranya dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan suatu benda yang
kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dujalan
kebaikan.[1]
2. Dasar hukum Al waqfu
Adapun
hukum berwakaf atau menyerahkan harta untuk diwakafkan adalah sunnah. Orang,
masyarakat atau lembaga yang menerima wakaf hukumnya wajib untuk memelihara,
menjaga dan memanfaatkannya.hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan
jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi
lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang
diterima mengalir terus-menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih
berguna dan bermanfaat. Ditegaskan dalam hadis :
عَنْ
أَبِيْ غُرَيْرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِذَامَا
تَ الْاِ نْسَا ن ُانْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلَّا مِنْ ثَلَا ثَةٍ اِلَّا مِنْ
صَدَ قَةٍ جَا رِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَا لِحٍ يَدْ عُوْ
لَهُ (رواه مسلم)
Artinya
: dari Abu Hurairah ra bahwa nabi SAW bersabda :” apabila manusia meninggal
dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah
jariyah (yamg mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang
mendoakannya.” (HR.Muslim) [2]
Adapun
yang dinyatakan sebagai dasar hukum wakaf oleh para ulama’, Al qur’an surat
Al-Hajj: 77
وَافْعَلُوْاالْخىْرَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ
“
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
Dalam
ayat lain yaitu surat al-imran: 92, Allah berfirman :
لَنْ
تَنَا لُوْاالْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْامِمَّا تُحِبُّوْنَ
“Akan
mencapai kebaikan bila kamu menyedekahkan apa yang masih kamu cintai.”
3. Syarat dan rukun wakaf
Syarat-syarat wakaf yang bersifat umum
dalah sebagi berikut :
1. Wakaf
tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk
selamanya, tidak untuk waktu tertentu.
2. Tujuan
wakaf harus jelasseperti mewakafkan sebidang tanahuntuk masjid, mushala,
pesantren, perkuburan (makam) dan yang lainnya.
3. Wakaf
harus dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan tanpa digantungkan
pada peristiwa yang akan trjadi di masa yang akan datangsebab pernyataan wakaf
berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan.
4. Wakaf
merupakan perkara yang wajibdilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan
atau melangsungkan wakafyang telah dinyatakan) sebab petnyataan wakaf berlaku
seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun wakaf ialah :
1. Orang
yang berwakaf (wakif)
2. Harta
yang diwakafkan (mauquf)
3. Tujuan
wakaf (mauquf alaih)
4. Pernyataan
wakaf (sighat waqf)[3]
Syarat barang yang diwakafkan :
1. Kekal
zatnya. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak.
2. Kepunyaan
yang mewakafkan, walaupum musya’ (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dari
yang lain)[4]
Syarat Harta Wakaf :
1. Harta
wakaf itu memiliki nilai (ada harganya).
2. Harta
wakaf itu jelas bentuknya.
3. Harta
wakaf merupakan hak milik dari Waqif.
4. Harta
wakaf itu berupa benda yang tidak bergerak. Seperti tanah, atau benda yang disesuaikan
dengan kebiasaan wakaf yang ada.
Syarat kecakapan bagi Waqif :
1.
Berakal.
2.
Dewasa (Baligh).
3.
Tidak dalam
tanggungan, karena boros dan bodoh.
4.
Kemauan sendiri.
5.
Merdeka.[5]
4. Macam-macam Al waqfu
Menurut para ulama
secara umum Wakaf dibagi menjadi dua bagian :
1. Wakaf
ahli (khusus).
2. Wakaf
Khairi (umum).
Wakaf ahli disebut juga
wakaf keluarga atau wakaf khusus. Maksud wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan
kepada orang-orang tertentu, seorang atau terbilang, baik keluarga wakif maupun
orang lain. Misalnya , seseorang mewakafkan buku-buku yang ada diperpustakaan
pribadinya untuk turunannya yang mampu menggunakan.
Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta
wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
Masalah yang mungkin akan timbul dalam wakaf ini apabila turunan
atau orang-orang yang ditunjuk tidak ada lagi yang mampu mempergunakan
benda-benda wakaf, mungkin juga yang disebut atau ditunjuk untuk memanfaatkan
benda-benda wakaf telah punah.
Bagaimana nasib harta
wakaf itu?
Bila terjadi hal-hal tersebut, dikembalikan pada syarat umum,
yaitu wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu. Dengan demikian, meskipun
orang-orang yang dinyatakan berhak memanfaatkan benda-benda wakaf telah punah,
buku-buku tersebut tetap berkedudukan sebagai benda wakaf yang digunakan oleh
keluarga yang lebih jauh atau bila tidak ada lagi digunakan oleh umum.
Wakaf Khairi adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk
kepentingan-kepentingan umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu.
Wakaf khairi inilah
yang benar-benar sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan dalam
ajaran Islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif
meninggal dunia, selama harta masih dapat diambil manfaatnya.
Beberapa contoh wakaf di masa Rasulullah SAW:
1. Dari
Anas r.a., dia berkata : ketika Rasulullah SAW, datang ke Madinah dan
memerintahkan untuk membangun mesjid, beliau berkata: “ Wahai bani Najar,
apakah kamu hendak menjual kebunmu ini? “ Mereka menjawab: “Demi Allah, kami
tidak meminta harganya kecuali kepada Allah Ta’ala.”
Maksudnya agar Rasulullah mengambilnya
dan menjadikannya mesjid.
2. Dari
Sa’ad bin Ubaidah r.a., bahwa dia telah
bertanya kepada Rasulullah SAW.: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sa’ad
telah mati; maka apakah sedekah yang paling banyak pahalanya?” Beliau menjawab:
“ Air.” Kemudian Sa’ad menggali sumur, dan katanya: “ Sumur ini adalah bagi
Ummu Sa’ad.” [6]
5. Menukar atau menjual harta wakaf
Perbuatan
wakaf dinilai ibadah yang senantiasa mengalir pahalnya apabila harta wakaf itu
dapat memenuhi fungsinya yang dituju. Dalam hal harta berkurang, rusak, atau
tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan jalan keluar agar
harta itu tidak berkurang, utuh dan berfungsi. Bahkan untuk menjual dan
menukarpun tidak dilarang, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang dapat
memenuhi tujuan wakaf.[7]
Sebab
dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan
tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang
diwakafkan tadi.sayyidina Umar ra pernah memindahkan masjid wakaf di Kufah ke
tempat lain menjadi masjid yang baru dan bekas masjid lama menjadi pasar.
Masjid yang baru tetap dapa dimanfaatkan. Juga ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
tujuan pokok wakaf adalah kemashlahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa
menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan
hukumnya.[8]
IV.
PENUTUPAN
1.
Simpulan
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti
radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan) dan al man’u
(mencegah). Sedangkan menurut istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf
adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil
manfaatnya guna diberikan dujalan kebaikan. Adapun hukum berwakaf atau
menyerahkan harta untuk diwakafkan adalah sunnah.
Syarat-syarat wakaf yang bersifat umum
dalah sebagi berikut :
1. Wakaf
tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk
selamanya, tidak untuk waktu tertentu.
2. Tujuan
wakaf harus jelasseperti mewakafkan sebidang tanah untuk masjid, mushala,
pesantren, perkuburan (makam) dan yang lainnya.
3. Wakaf
harus dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan tanpa digantungkan
pada peristiwa yang akan trjadi di masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf
berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan.
4. Wakaf
merupakan perkara yang wajibdilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan
atau melangsungkan wakafyang telah dinyatakan) sebab petnyataan wakaf berlaku
seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun wakaf ialah
:
1. Orang
yang berwakaf (wakif)
2. Harta
yang diwakafkan (mauquf)
3. Tujuan
wakaf (mauquf alaih)
4. Pernyataan
wakaf (sighat waqf)
Dalam hal harta berkurang, rusak, atau tidak dapat
memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan jalan keluar agar harta itu
tidak berkurang, utuh dan berfungsi. Bahkan untuk menjual dan menukarpun tidak
dilarang, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan
wakaf.
2. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan.
Dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran
sangat diperlukan demi kemaslahatan kita semua. Dan semoga kita bisa mengambil
hikmahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Kabisi,
M. Abid Abdullah. 2003. Hukum Wakaf.Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan
Ilman,.
Aminudin, Muh.Suyono,
dkk. 2008.Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Direktorat
Pemberdayaan Wakaf.2006. Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf. Jakarta:
Departemen Agama RI
Rasjid, Sulaiman. 2013.
Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset.
Sabiq, Sayyid. 1986. Fiqih
Sunnah. Bandung: PT Alma’arif.
Suhendi,
Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.239-240
[2] Aminudin, Pendidikan Agama
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.193
[3]
Hendi Suhendi, Fiqh
Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.242-243
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset Bandung,2013), hlm.241
[5] M. Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf,(Jakarta: Dompet Dhuafa
Republika dan Ilman,2003), hlm.219-247.
[6] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,(Bandung:
PT Alma’arif, 1986), hlm.155-161
[7]
Hendi Suhendi, Fiqh
Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.244-246
[8]
Aminudin, Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.197
Tidak ada komentar:
Posting Komentar