Selasa, 21 Januari 2014


AL WAQFU (WAKAF)


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu: Ali Muchtar, Lc. M.A

http://amrikhan.files.wordpress.com/2012/06/logo.png?w=652

Disusun oleh :
Nurl Hidayah                      (123111126)
Firdah Nahdiah Putri          (123111164)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
       I.            PENDAHULUAN
Di Indonesia yang mayoritas juga adalah umat Islam, telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Dalam pandangan Islam, istilah pandangan umum harta tersebut adalah milik Allah, dan oleh sebab itu persembahan itu adalah abadi dan tidak dapat dicabut kembali (diambil kembali oleh sipewakaf). Selain itu, harta tersebut juga di tahan dan dikakukan dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan-pemindahan. Di dalam Islam, wakaf memiliki banyak sekali pengaturan. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian wakaf ?
2.      Bagaimana dasar hukum wakaf ?
3.      Apa syarat dan rukun wakaf ?
4.      Apa saja macam-macam wakaf ?
5.      Bagaimana jika harta wakaf diganti atau dijual ?

                                           
 III.            PEMBAHASAN
1.      Pengertian Al waqfu
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan) dan al man’u (mencegah). Sedangkan menurut istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut :
a.       Muhammad al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud wakaf ialah penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.
b.      Imam Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab Kifayat al-Akhyar berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah penahana harta yang memungkinkan umtuk dimanfaatkandengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.       Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud wakaf ialah menahan harta yang dapatdiambil manfaatnya tidak musnah seketika, dan untuk penggunaan yang dibolehkan, serta dimaksudkan untuk mendpat ridha Allah.
d.      Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang mungkin dapat diambilorang manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah  di tentukan syara’, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya itu.
Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ulama diatas, kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dujalan kebaikan.[1]

2.      Dasar hukum Al waqfu
Adapun hukum berwakaf atau menyerahkan harta untuk diwakafkan adalah sunnah. Orang, masyarakat atau lembaga yang menerima wakaf hukumnya wajib untuk memelihara, menjaga dan memanfaatkannya.hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus-menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Ditegaskan dalam hadis :
عَنْ أَبِيْ غُرَيْرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِذَامَا تَ الْاِ نْسَا ن ُانْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلَّا مِنْ ثَلَا ثَةٍ اِلَّا مِنْ صَدَ قَةٍ جَا رِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَا لِحٍ يَدْ عُوْ لَهُ (رواه مسلم)
Artinya : dari Abu Hurairah ra bahwa nabi SAW bersabda :” apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yamg mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR.Muslim) [2]
Adapun yang dinyatakan sebagai dasar hukum wakaf oleh para ulama’, Al qur’an surat Al-Hajj: 77
   وَافْعَلُوْاالْخىْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
Dalam ayat lain yaitu surat al-imran: 92, Allah berfirman :
لَنْ تَنَا لُوْاالْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْامِمَّا تُحِبُّوْنَ
 “Akan mencapai kebaikan bila kamu menyedekahkan apa yang masih kamu cintai.”

3.      Syarat dan rukun wakaf
Syarat-syarat wakaf yang bersifat umum dalah sebagi berikut :
1.      Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya, tidak untuk waktu tertentu.
2.      Tujuan wakaf harus jelasseperti mewakafkan sebidang tanahuntuk masjid, mushala, pesantren, perkuburan (makam) dan yang lainnya.
3.      Wakaf harus dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan tanpa digantungkan pada peristiwa yang akan trjadi di masa yang akan datangsebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan.
4.      Wakaf merupakan perkara yang wajibdilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakafyang telah dinyatakan) sebab petnyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun wakaf ialah :
1.      Orang yang berwakaf (wakif)
2.      Harta yang diwakafkan (mauquf)
3.      Tujuan wakaf (mauquf alaih)
4.      Pernyataan wakaf (sighat waqf)[3]


Syarat barang yang diwakafkan :
1.      Kekal zatnya. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak.
2.      Kepunyaan yang mewakafkan, walaupum musya’ (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dari yang lain)[4]
Syarat Harta Wakaf :
1.      Harta wakaf itu memiliki nilai (ada harganya).
2.      Harta wakaf itu jelas bentuknya.
3.      Harta wakaf merupakan hak milik dari Waqif.
4.      Harta wakaf itu berupa benda yang tidak bergerak. Seperti tanah, atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada.
Syarat kecakapan bagi Waqif :
1.          Berakal.
2.          Dewasa (Baligh).
3.          Tidak dalam tanggungan, karena boros dan bodoh.
4.          Kemauan sendiri.
5.          Merdeka.[5]
4.      Macam-macam Al waqfu
Menurut para ulama secara umum Wakaf dibagi menjadi dua bagian :
1.    Wakaf ahli (khusus).
2.    Wakaf Khairi (umum).
Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf khusus. Maksud wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau terbilang, baik keluarga wakif maupun orang lain. Misalnya , seseorang mewakafkan buku-buku yang ada diperpustakaan pribadinya untuk turunannya yang mampu menggunakan.
     Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
     Masalah yang mungkin akan timbul dalam wakaf ini apabila turunan atau orang-orang yang ditunjuk tidak ada lagi yang mampu mempergunakan benda-benda wakaf, mungkin juga yang disebut atau ditunjuk untuk memanfaatkan benda-benda wakaf telah punah.
Bagaimana nasib harta wakaf itu?
     Bila terjadi hal-hal tersebut, dikembalikan pada syarat umum, yaitu wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu. Dengan demikian, meskipun orang-orang yang dinyatakan berhak memanfaatkan benda-benda wakaf telah punah, buku-buku tersebut tetap berkedudukan sebagai benda wakaf yang digunakan oleh keluarga yang lebih jauh atau bila tidak ada lagi digunakan oleh umum.
     Wakaf Khairi adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan-kepentingan umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu.
Wakaf khairi inilah yang benar-benar sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal dunia, selama harta masih dapat diambil manfaatnya.
     Beberapa contoh wakaf di masa Rasulullah SAW:
1.      Dari Anas r.a., dia berkata : ketika Rasulullah SAW, datang ke Madinah dan memerintahkan untuk membangun mesjid, beliau berkata: “ Wahai bani Najar, apakah kamu hendak menjual kebunmu ini? “ Mereka menjawab: “Demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah Ta’ala.”
Maksudnya agar Rasulullah mengambilnya dan menjadikannya mesjid.
2.    Dari Sa’ad bin Ubaidah  r.a., bahwa dia telah bertanya kepada Rasulullah SAW.: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sa’ad telah mati; maka apakah sedekah yang paling banyak pahalanya?” Beliau menjawab: “ Air.” Kemudian Sa’ad menggali sumur, dan katanya: “ Sumur ini adalah bagi Ummu Sa’ad.” [6]

5.      Menukar atau menjual harta wakaf
Perbuatan wakaf dinilai ibadah yang senantiasa mengalir pahalnya apabila harta wakaf itu dapat memenuhi fungsinya yang dituju. Dalam hal harta berkurang, rusak, atau tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan jalan keluar agar harta itu tidak berkurang, utuh dan berfungsi. Bahkan untuk menjual dan menukarpun tidak dilarang, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan wakaf.[7]
Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.sayyidina Umar ra pernah memindahkan masjid wakaf di Kufah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan bekas masjid lama menjadi pasar. Masjid yang baru tetap dapa dimanfaatkan. Juga ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemashlahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.[8]





 IV.            PENUTUPAN
1.      Simpulan
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan) dan al man’u (mencegah). Sedangkan menurut istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dujalan kebaikan. Adapun hukum berwakaf atau menyerahkan harta untuk diwakafkan adalah sunnah.
Syarat-syarat wakaf yang bersifat umum dalah sebagi berikut :
1.      Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya, tidak untuk waktu tertentu.
2.      Tujuan wakaf harus jelasseperti mewakafkan sebidang tanah untuk masjid, mushala, pesantren, perkuburan (makam) dan yang lainnya.
3.      Wakaf harus dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan tanpa digantungkan pada peristiwa yang akan trjadi di masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan.
4.      Wakaf merupakan perkara yang wajibdilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakafyang telah dinyatakan) sebab petnyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun wakaf ialah :
1.      Orang yang berwakaf (wakif)
2.      Harta yang diwakafkan (mauquf)
3.      Tujuan wakaf (mauquf alaih)
4.      Pernyataan wakaf (sighat waqf)

Dalam hal harta berkurang, rusak, atau tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan jalan keluar agar harta itu tidak berkurang, utuh dan berfungsi. Bahkan untuk menjual dan menukarpun tidak dilarang, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan wakaf.
2.      Kritik dan Saran
      Demikian makalah yang kami sampaikan. Dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi kemaslahatan kita semua. Dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya.



























DAFTAR PUSTAKA

Al-Kabisi, M. Abid Abdullah. 2003. Hukum Wakaf.Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan Ilman,.
Aminudin, Muh.Suyono, dkk. 2008.Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf.2006. Pedoman Pengelolaan & Pengembangan Wakaf. Jakarta: Departemen Agama RI
Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset.

Sabiq, Sayyid. 1986. Fiqih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.




[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.239-240
[2] Aminudin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.193
[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.242-243
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset Bandung,2013), hlm.241
[5] M. Abid Abdullah Al-Kabisi,  Hukum Wakaf,(Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan Ilman,2003), hlm.219-247.
[6] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,(Bandung: PT Alma’arif, 1986), hlm.155-161
[7] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.244-246
[8] Aminudin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.197

Tidak ada komentar:

Posting Komentar