Kamis, 26 Juni 2014

Islam di Indonesia Menjelang PILPRES


Nama   : Nurul Hidayah
Nim     : 123111126
Tugas   : UAS PSI
Islam merupakan variabel yang tidak bisa dipisahkan atau di abaikan dalam politik Islam, sejak zaman pra Islam sampai saat ini, ktika membicarakan Politik Indonesia mau tidak mau juga harus membicarakan Islam, maka dari itu, pasang surut dan keterlibatan Islam dengan politik ini menjadi hal yang harus diamati. Meskipun Republik Indonesia tidak bisa terlepas dari Islam, Islam tidak pernah benar-benar menjadi pemain atau pelaku utama dalam politik di Indonesia.
Menjelang Pilpres berbagai manuver dan isu mulai tampak di depan mata, dan yang paling banyak terjadi adalah dikalangan umat Islam. Maklum saja penduduk negeri ini mayoritas adalah umat Islam, bahkan konon Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Momentum Pilpres banyak dimanfaatkan oleh para calon untuk mendekati dan “membujuk” agar umat Islam mendukung mereka. Safari Politikpun dilakukan ke basis-basis umat islam khususnya umat Islam tradisional yang tersebar di beberapa pesantren. Dari satu pesantren ke pesantren lainnya kerap didatangi oleh para capres yang dikemas dengan berbagai macam label, entah bentuknya Silaturrahmi atau dengan label yang berbeda. Seiring dengan manuver para Capres banyak isu-isu miring yang mewarnainya. Isu itu sengaja dihembuskan oleh simpatisan, mungkin juga tim para Capres, atau pihak lain yang memancing di air keruh.
Setelah Pemilu tanggal 9 April 2014 usai, peta politik mulai bisa dilihat dan dirasakan, dukungan mulai mengerucut dan yang paling santer dan sering menjadi headline news di berbagai media pertarungan antara dua kandidat yakni Jokowi dan Prabowo. Isu-isu miringpun mulai bermunculan menyertai keduanya, tak terkeculai isu SARA. Misalnya baru-baru ini Jokowi yang didukung oleh salah satu parpol berbasis Islam yaitu PKB diberitakan tidak bisa berwudhu dengan sempurna dan Jokowi dikabarkan didukung oleh orang-orang anti Islam dan para konglomerat Kristen, salah satunya adalah James Ready yang katanya getol melakukan kristenisasi di Indonesia.Sementara disisi lain Prabowo yang juga didukung oleh parpol Islam PPP dan diperkirakan PKS serta PAN juga akan ada di satu gerbong bersama Gerindra mengusung Prabowo gencar pemberitaannya.Disebutkan bahwa Prabowo terlahir dari rahim Dora Sigar seorang Kristen asal Manado, dan keluarga besar Prabowo banyak yang beragama Kristen termasuk adiknya.
Satu hal yang dapat kita cermati menjelang Pilpres 2014  pada 9 Juli yang akan datang, selain polarisasi di tubuh umat Islam pada dua poros pasangan capres-cawapres, adalah adanya kecenderungan untuk membawa simbolisme Islam ke dalam pusaran politik praktis. Lebih jauh lagi ada upaya untuk menjadikan Islam sebagai alat serangan politik dari satu pasangan pada pasangan lainnya.
Sayangnya kecenderungan tersebut kadang-kadang dilakukan oleh sebagian elite Islam itu sendiri. Entah keceplosan ataukah tidak, Amien Rais, misalnya, pernah mengibaratkan pilpres sebagai perang sehingga ia meminta pada kalangan Islam yang mendukung Pasangan Prabowo-Hatta untuk memiliki mental Perang Badr. Penggunaan istilah Perang Badr menimbulkan kontroversi karena seolah-olah yang dilawan pasangan ini, yakni Jokowi-JK adalah kaum kafir, sebab Perang Badr terjadi antara kaum Muslim dan Kafir.
Ada pula salah satu media online, yakni Voa Islam yang menyebutkan bahwa Pilpres 2014 bagi umat Islam sebagai ajang pemilihan antara Setan dan Jin. Setan jelas-jelas merupakan makhluk yang durhaka pada Tuhan karena itu harus dijauhi, sedangkan jin masih mungkin diharapkan kebaikannya karena di antara golongan jin ada yang Islam dan ada pula yang kafir.Penggambaran ini jelas ditujukan pada dua pasangan capres-capres di mana sebuatan setan ditujukan pada Jokowi dan jin pada Prabowo.  
Pada saat yang sama banyak kalangan Islam yang melancarkan berbagai serangan tajam bahkan kerap berbasis data palsu atau berbau fitnah belaka atau yang dalam komunikasi politik biasa disebut dengan kampanye hitam (black campaign) terutama terhadap Jokowi sebagai orang yang bukan Islam,dekat dengan kalangan Nasrani, membiarkan orang non-Muslim menjadi pemimpin dan sebagainya.Realitas tersebut dapat menimbulkan dampak yang berbahaya terutama bagi keterlibatan Islam dalam politik Indonesia.
Disadari atau tidak, setiap pemeluk agama apapun besar atau kecil akan memberikan kontribusi kepada agama yang dianutnya, baik berupa materi atau berupa pemikiran. Yang perlu disadari oleh umat Islam di Indonesia adalah negara ini bukan negara Islam tetapi negara Pancasila yang Bhinneka Tunggal Ika. Dan di dalam negara Pancasila siapapun berhak mencalonkan dan dicalonkan.
Hingga detik ini calon terkuatpun bukan berasal dari kalangan pesantren. Jadi umat Islam Indonesia seharusnya mulai merenung dan berfikir menjelang Pilpres mendatang bukan saatnya lagi kita terjebak pada isu SARA, tetapi lihatlah gaya kepemimpinannya dan yang sekiranya sesuai dengan pilihan hati kita. Namun tak ada salahnya umat Islam berdo’a agar beberapa hari kedepan ada calon pemimpin alternatif yang memang religius dan juga punya sifat nasionalis dan bisa mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Jika itupun tidak terjadi semoga Tuhan menuntun langkah kita pada saat pencoblosan dan berdo’a semoga Tuhan mengantar jemari kita untuk mencoblos salah satu calon yang ada sekarang dan semoga siapapun yang terpilih kelak bisa mengemban anamah dan bisa menjadi pemimpin yang “Rahmatan lil ‘alamin”.
Yang diperlukan umat Islam sekarang ini adalah kedewasaan politik dalam menyikapi realitas politik. Perbedaan preferensi politik di kalangan umat Islam sejatinya dipandang sebagai sesuatu yang alamiah dan normal. Karena itu, tidak perlu ada saling serang antar mereka karena pasangan capres-cawapres yang didukungnya berada. Justeru yang harus ditekankan adalah bahwa keberadaan umat Islam di setiap pasangan tersebut bisa menjadi sesuatu yang membawa nilai positif.
Salah satu cara untuk menjadi orang yang dewasa dalam berpolitik adalah mengedepankan rasionalitas dalam politik sehingga umat Islam benar-benar menjadi pemilih yang rasional (rational voters). Pemilih rasional adalah mereka yang menjatuhkan pilihan politiknya berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional, bukan pada emosi atau sentimen tertentu seperti agama, suku, bahasa dan sebagainya. Oleh karena itu, membiasakan diri untuk membaca dan menelaan visi, misi dan program kerja dari pasangan capres-cawapres merupakan langkah yang sangat penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar